phone: +6285 655 061 229
e-mail: oleholehgresik@gmail.com

Fauzan Hangriawan, Meningkatkan Kesejahteraan Peternak Lele

Resah melihat harga jual lele dari peternak ke tangan tengkulak yang sangat rendah, Fauzan (26) tergerak untuk membuka gerai khusus yang menjual lele langsung ke konsumen. Bahkan ia berani membeli lele dengan harga lebih tinggi dari tengkulak agar pendapatan peternak lele lebih baik. 

Bila harga lele di tangan tengkulak Rp 11.000/kg, Fauzan membelinya dengan harga Rp 12.500/kg. “Paling tidak saya memutus 2 rantai penjualan yaitu tengkulak dan agen di pasar. Saya membeli langsung dari peternak kemudian menjualnya langsung ke konsumen,” jelas Fauzan, saat ditemui di outlet lele-nya di bilangan Krukut, Depok, Jawa Barat (5/10). Dengan harga jual yang lebih tinggi, tentu saja peternak lele menjadi lebih diuntungkan. Saat ini ada sekitar 20 peternak lele plasma di Kecamatan Jagakarsa dan Ciganjur yang menjual hasil panen  ikannya kepada Fauzan. 

Selain bermitra dengan para peternak, Fauzan juga sukses mengembangkan kolam lelenya dengan cara investasi. Fauzan memberikan dua alternatif pilihan investasi yaitu menyetor modal atau menyediakan lahan serta menyetor modal dan lahan. Agar lebih mudah dalam pengelolaan investasi, lahan-lahan yang dibiayai investor dipusatkan pada satu lokasi. “Saat ini yang sudah berjalan adalah dalam bentuk kita menyediakan lahan dan operasional, sedangkan investor menyediakan modal. Pembagiannya, 60% untuk investor dan 40% untuk saya,” terang alumnus Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Jakarta ini.

Pembesaran dan Pembenihan
Membudidayakan lele sendiri, sebenarnya sudah dilakukan Fauzan saat masih menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Jakarta sejak bulan September 2009. Dengan modal Rp 1,5 juta. Fauzan membuat kolam lele pertamanya di belakang rumah orang tuanya di kawasan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sempat gagal saat pertama kali menjalankan usaha lele, namun kemudian usahanya kembali berkembang setelah ia belajar cara berternak lele yang benar kepada Nasrudin, seorang pembudidaya lele yang sukses di Bogor.

Berbeda dengan peternak lainnya, lele yang diproduksi oleh Fauzan dan mitranya adalah Lele Sangkuriang, bukan Lele Dumbo. Dalam seminggu, Fauzan bisa mendapatkan hasil panen sebanyak 900 kg dengan ukuran lele siap konsumsi (2 bulan masa pemeliharaan) dan dijual seharga Rp 15.000,- per kg. Dari jumlah panen tersebut, 60%nya dijual melalui 2 outlet ikan milik Fauzan di Krukut dan Cinere, sedangkan sisanya dijual langsung ke pasar. Penjualan melalui outlet ditargetkan untuk menyasar langsung ke pembeli ibu-ibu rumah tangga, sedangkan penjualan melalui pasar biasanya masuk ke rumah makan dan pembeli di pasar.

“Selain menghasilkan lele berukuran besar, saya juga menjalankan usaha pembenihan lele yang saya kelola sendiri,” terang Fauzan yang menamakan usahanya yaitu Sylva Farm Bangun Bangsa. Setiap bulan ia bisa memproduksi sekitar 200.000 benih Lele Sangkuriang dengan harga jual Rp 150 per ekor. Dari seluruh hasil usahanya tersebut, Fauzan menyisihkan sepertiga bagian untuk kegiatan sosial, terutama diperuntukan bagi peternak plasma yang membutuhkan biaya untuk pengembangan usahanya. 

Omzet Makin Meningkat
Menjadi juara pertama pada ajang Wirausaha Muda Mandiri tahun 2010 kategori Mahasiswa Program Diploma & Sarjana bidang usaha Industri & Jasa menjadi titik balik percepatan usaha Fauzan. “Kenaikan usaha saya sangat signifikan. Boleh dibilang, memangkas waktu usaha saya 3-4 tahun jika dibandingkan dengan teman-teman lain yang memulai usahanya bersamaan dengan saya,” ucap sulung dari tiga bersaudara ini. Apabila berdasarkan ukuran omzet, omzet usahanya naik lebih dari 100% ujar Fauzan menambahkan.

Hal tersebut lantaran Bank Mandiri tidak henti-hentinya memberikan pembinaan, baik dari segi pendampingan usaha, pelatihan, manajemen dan lain-lain. Disamping itu, Fauzan juga mendapatkan dukungan publikasi melalui berbagai media, baik media cetak maupun elektronik serta diikusertakan dalam berbagai macam pameran untuk memperluas akses jaringan dengan pengusaha lainnya.

“Manfaat yang paling terasa adalah akses permodalan untuk usaha yang lebih dipermudah dan lebih terbuka peluangnya,” jelas Fauzan. Di tahun 2010 yang lalu, Fauzan memanfaatkan pinjaman mikro dari Bank Mandiri yang digunakan untuk pengembangan usaha ternak lelenya. Apabila dulu pemasaran usaha Fauzan hanya terbatas di tingkat kecamatan atau kabupaten, kini pemasaran usahanya sudah merambah secara nasional. 

Kiat Sukses
  • Pantang menyerah dalam berusaha. Kalau belajar itu, begitu jatuh harus bangkit lagi. 
  • Harus fokus pada usaha yang dikerjakan. Penyakit anak muda itu ada dua, cepat berpuas diri dan terburu-buru. Fokus dulu pada satu hal, baru kerjakan yang lain.
  • Bila berusaha turut sertakan orang-orang disekeliling. Orientasinya memberi, jangan menarik terlalu banyak keuntungan. Karena kalau orang disekeliling kita sukses, kita juga akan merasakan kesuksesannya. 
  • Minta ridho dari orang tua tentang usaha yang kita kerjakan.

Perjalanan usaha
  • Saat duduk di bangku kelas 3 SMP, Fauzan ikut membantu orang tua berjualan kelapa, beras dan batu bata di Lampung. Usaha tersebut dilakukannya selama 2-3 tahun.
  • Menginjak bangku SMA, Fauzan mulai menjual sepatu.  Lalu bekerjasama dengan ibu-ibu rumah tangga membuat keripik singkong yang ia jual sendiri ke beberapa tempat.
  • Masuk ke perguruan tinggi, Fauzan mengajak dua temannya membuka warung siomay. Sayangnya usaha ini tidak bertahan lama, hanya 2 minggu saja, lantaran Fauzan ditinggal oleh rekannya. 
  • Karena sudah terlanjur sewa tempat untuk usaha siomay, tempat tersebut kemudian digunakan Fauzan untuk membuat usaha chinesse food.  Usaha ini hanya bertahan 1,5 tahun lantaran omzet yang didapat hanya cukup untuk menutupi biaya operasional saja. 
  • Usaha selanjutnya adalah memenuhi orderan untuk membuat kaos sebuah partai baru, dimana sisa keuntungan membuat kaos tersebut digunakan Fauzan untuk membuat usaha percetakan. 
  • Pada bulan September 2009,  Fauzan menjalankan usaha membudidayakan lele dengan modal Rp 1,5 juta.
Bio Data
Nama: Fauzan Hangriawan
Tempat Tanggal Lahir: Pontianak 24 Juli 1986
Pendidikan: Sarjana Hukum, dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya
Usaha: Pemilik budidaya lele Sylva Farm Bangun Bangsa
Penghargaan:
  • Juara I Wirausaha Muda Mandiri 2010 Kategori Mahasiswa Program Diploma & Sarjana Bidang Usaha Industri dan Jasa.
  • Wirausaha muda sukses dari Kementerian Koperasi dan UKM pada acara Gerakan Wirausaha Nasional.
Kontak
Sylva Farm Bangun Bangsa-Fauzan Hangriawan
Jl. Purwa Raya 1, Kavling DKI Blok U No. 3
Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Hp: 08561281234

Sumber : Majalah Ide Bisnis

0 komentar:

Kepedulian Yang Mampu Mengubah Masyarakat

Oleh: Cak Luq Indonesia saat ini memasuki masa yang sangat menarik. Bagaimana tidak? Negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini memiliki pendapatan perkapita mendekati USD 4000. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam 4-5 tahun mendatang. Namun pada sisi lain, perusahaan konsultansi global, McKinsey mengeluarkan kajian bahwa Indonesia juga dihadapkan pada tantangan peningkatan produktivitas (diperkirakan 60%), pembangunan yang lebih inklusif dengan pemberdayaan masyarakat serta pengembangan sektor energi dan bahan pangan. Untuk menghadapi ketiga tersebut, sangat dibutuhkan pengembangan pendidikan, kemampuan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi serta pengembangan sektor energi dan pangan. Mengembangkan ketiga hal tersebut dibutuhkan energi yang besar dan peran aktif berbagai pihak, termasuk korporasi. Walaupun seringkali korporasi melihat ketiga hal tersebut sebagai sesuatu yang berada di luar kepentingannya. Namun, tidak dapat dipungkiri banyak sekali contoh-contoh nyata yang justru menunjukkan bahwa korporasi yang berhasil tumbuh secara sustainable, adalah korporasi yang dapat mengintegrasikan atau menjadi bagian dari solusi tantangan pembangunan secara strategis. Bank Mandiri, sebagai salah satu perusahaan milik negara, terus berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi tersebut, dengan berperan aktif memberikan kontribusi signifikan bagi perbaikan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Corporate Social Responsibility merupakan salah satu program yang dapat mendorong perusahaan-perusahaan negara lebih berkontribusi bagi masyarakat. Pada ranah BUMN, kegiatan CSR lebih dikenal dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL. Program CSR/PKBL sudah dilaksanakan sejak awal Bank Mandiri beroperasi. Dalam perkembangannya, program PKBL yang telah dilakukan tetap perlu penajaman untuk lebih mengefektifkan dampak program bagi masyarakat maupun Bank Mandiri. Upaya penajaman pun dilakukan. Mandiri memperbarui visi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan menjadi sejalan dengan visi perseroan. Yaitu menjadi lembaga keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu progresif. Sehingga, program yang dijalankan dapat bersinergi dengan bisnis Bank Mandiri. Bank Mandiri juga mengoptimalkan peran unit kerja yang berada di daerah atau wilayah melalui program PKBL. Tujuan dari semua itu adalah untuk memberikan dampak bisnis bagi Bank Mandiri, terutama dalam upaya pencapaian fokus bisnis pada segmen high yield assets, retail payments dan wholesale transaction. Saat ini, implementasi program PKBL Bank Mandiri dilaksanakan melalui tiga pilar utama, yaitu pertama, pembentukan komunitas mandiri melalui pelaksanaan program Mandiri Bersama Mandiri yang bertujuan untuk membina kelompok masyarakat/komunitas secara terintegrasi dalam hal kapasitas, infrastruktur, kapabilitas dan akses. Kedua, pencapaian kemandirian edukasi dan kewirausahaan melalui pelaksanaan program Wirausaha Muda Mandiri (WMM), Mandiri Young Technopreneur (MYT) dan Mandiri Peduli Pendidikan yang bertujuan menciptakan pemimpin masa depan yang siap dengan persaingan global. Yang ketiga adalah Penyediaan fasilitas ramah lingkungan melalui pelaksanaan enam program utama yaitu penyediaan sarana penunjang pengadaan air bersih, pengembangan energi terbarukan, penanaman pohon pada lahan kritis, penanaman dan pemeliharaan tumbuhan bakau, pengadaan taman kota dan pengembangan eco wisata. Khusus untuk kemandirian edukasi dan kewirausahaan, Mandiri memiliki program unggulan yang diyakini dapat menyiapkan generasi muda untuk mampu menghadapi persaingan global. Program yang dikenal luas oleh masyarakat itu bernama Wirausaha Muda Mandiri dan Mandiri Young Technopreneur. Program tersebut berawal dari keprihatinan Bank Mandiri melihat terbatasnya kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia terutama dari kalangan usia produktif. Alasan lainnya adalah data Badan Pusat Statistik. Pada 2008, lembaga tersebut memaparkan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia diperkirakan hanya sekitar 0,24% dari jumlah penduduk usia kerja. Padahal, menurut pakar enterpreneurship David McClelland, untuk menjadi negara yang makmur, suatu negara harus memiliki minimum 2 persen entrepreneur dari total penduduknya. Alhasil, Program pengembangan kewirausahaan khususnya bagi generasi muda perlu digencarkan untuk melahirkan kesadaran dalam diri mereka agar menjadi job creator, tidak lagi job seeker. Seiring dengan proses transformasi Bank Mandiri. Program dimulai dengan melakukan pengenalan pentingnya mengubah pola pikir mahasiswa dari “pencari kerja” menjadi “pencipta lapangan kerja” ketika sudah selesai kuliah. Gerakan kewirausahaan di Indonesia yang makin gencar dikampanyekan oleh masyarakat yang peduli dan juga pemerintah, jelas dapat menciptakan sebuah aura positif yang mendorong dinamika berinvestasi di tengah masyarakat. Pemerintah perlu secara konsisten melakukan sosialisasi dan membuat kebijakan yang mendorong kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Sebab, perguruan tinggi merupakan komunitas terdidik dan cerdas yang paling siap untuk didorong menjadi innovative entrepreneur. Keberadaan mereka di episentrum khazanah pengetahuan adalah sebuah peluang istimewa untuk bertumbuh menjadi innovative entrepreneur. Kewirausahaan menggerakan perekonomian karena efek pengganda (multiplier effect) yang diciptakannya. Seorang wirausaha akan membangun sebuah sistem usaha yang menggulirkan modal, menciptakan lapangan pekerjaan, menghasilkan produk yang akan diserap oleh pasar hingga terjadi akumulasi modal dan kemampuan yang membuat bisnis tersebut berkelanjutan. Indonesia membutuhkan generasi wirausaha muda sebagai kelompok penggerak ekonomi baru. Kewirausahaan akan menciptakan lapangan kerja, memacu produktifitas generasi muda dan membuka peluang-peluang baru dalam mewujudkan kesejahteraan. Persepsi lama bahwa wirausaha hanyalah untuk mereka yang tidak sekolah harus segera diubah. Wirausaha bukan profesi, tapi pola pikir; pola pikir yang jeli melihat peluang, selalu ingin berinovasi dan berani menempuh risiko. Konsep itulah yang digunakan Bank Mandiri. Penghargaan WMM dan MYT bukan hanya ajang pemberian hadiah. Lebih penting lagi, program ini merupakan pengakuan bahwa keberhasilan berwirausaha merupakan prestasi yang membanggakan bagi kaum muda, sejajar dengan prestasi-prestasi di bidang lain. Pada program WMM dan MYT, setelah mendapatkan pemahaman dasar mengenai kewirausahaan, para peserta program mulai menerapkannya dalam penyusunan suatu proposal bisnis yang akan dinilai oleh juri. Di sini para peserta akan belajar mengenai pentingnya “bankability” atau kelayakan mendapatkan fasilitas perbankan. Proses ini juga menjadi bagian dari upaya untuk mengembangkan financial inclution di Indonesia. Sehingga, masyarakat dari setiap lapisan yang dapat mengakses layanan perbankan dapat terus bertambah. Kesimpulannya, program-program kemitraan dan bina lingkungan perlu memiliki dampak signifikan bagi masyarakat dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Tidak hanya sekedar memberi sumbangan namun harus juga secara masif mengubah pola pikir masyarakat agar menjadi lebih produktif sehingga mampu berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Tanah Air. Kita juga perlu meyakini bahwa masa depan ekonomi Indonesia yang cerah, ada di tangan generasi wirausaha muda! Sumber : Bisnis Indonesia

0 komentar:

Odi Anindito, Mendirikan Gerai Kopi Mewujudkan Kecintaan Pada Negeri

Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbaik di dunia. Ironisnya, masyarakat di Indonesia sendiri belum banyak yang mengenal bahwa berbagai merk kopi impor yang menjamur saat ini sebenarnya berasal dari Indonesia. Risau dengan kenyataan ini, Odi (33), sepulang belajar dari Australia, akhirnya mendirikan gerai kopi. Perlahan namun pasti, sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap kopi lokal gerai Coffee Toffee yang dikelolanya akhirnya berkembang pesat dan menjadi salah satu bukti kesuksesannya dalam mempopulerkan kopi lokal.    

ITULAH SEMANGAT yang dibawa Odi Anindito dalam mengenalkan kopi Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sen¬diri. “Semua bermula saat saya sedang kuliah di Australia. Untuk mengisi waktu dan menambah penghasilan, saya menyempatkan diri untuk magang di sebuah coffee shop. Disanalah saya menemukan berbagai fakta mengagumkan tentang kopi Indonesia yang mendunia,” ujarnya. Dari 31 jenis kopi yang ma¬suk dalam peringkat atas, 12 jenis diantaranya justru berasal dari Indonesia dan tergolong sebagai best seller. 
Berpijak dari fakta tersebut, setelah pulang dari Australia pada tahun 2003 Odi akhirnya memutuskan untuk berwirausaha, “Awalnya saya menjalankan bisnis IT, tapi pada tahun 2006 saya terpanggil menggeluti bisnis kopi.” tutur Odi. Bisnis IT ditinggalkan karena Odi melihat bahwa bisnis kopi memiliki peluang besar serta sesuai dengan passion yang dimilikinya. Ia membuka sebuah gerai coffee shop yang menggunakan konsep booth. Produknya pun dijual dengan harga yang terjangkau. “Saya membuka gerai kopi di beberapa lokasi di depan minimarket. Namun sayangnya pada saat itu penjualan kurang bagus sehingga saya memutuskan untuk menutup gerai tersebut pada tahun 2007 dan hijrah ke Jakarta.” ujar Odi.

Di Jakarta, usaha ini ia lanjutkan dengan konsep berbeda dan ternyata hasilnya memuaskan. “Konsep awal yang dulunya berupa booth, akhirnya pada tahun 2008 saya kembali membuka gerai coffee shop dengan konsep mini kafe berkapasitas 4-5 meja dengan modal Rp 100 juta. Ter¬nyata kon¬sep tersebut mendapat sambutan yang po¬sitif,” kata Odi.  Menurutnya, kon¬sep independent coffee shop sangat pas, karena pengunjung dapat berkumpul sembari menikmati kopi tanpa diganggu aktivitas apapun seperti berbelanja ataupun jalan-jalan. Selama kurang dari satu tahun ia  berhasil membuka 3 gerai Coffee Toffee di Jakarta.

Pada tahun 2010, Odi kembali ke Surabaya dan mendirikan gerai Coffee Toffee di daerah Klampis, Surabaya. Dalam rentang waktu yang singkat Odi mampu mengembangkan usaha bisnisnya. Kuncinya ada pada inovasi sehingga usahanya tetap sustain. Dengan motto: We blended with our love, passion and enthusiasm, saat ini Coffee Toffee sudah memiliki 120 gerai yang tersebar di Indonesia.

Memaksimalkan Budaya Lokal
Dalam mengembangkan usahanya, Coffee Toffee menawarkan kon¬sep waralaba. Dasarnya adalah kecocokan karakter mitra dengan nilai perusahaan, sehingga pada akhirnya tercipta  hubungan bisnis harmonis antara mitra dengan pewaralaba. Odi tidak ingin sebuah gerai hanya bertahan selama 5 tahun kemudian tutup. Itulah sebabnya, prinsip yang di¬bangun bersama mitra menjadi penting, bukan semata-mata dinilai dari besaran investasinya.

Coffee Toffee juga menerapkan konsep under management, ya¬itu siapa saja yang mempunyai mo¬dal bisa berinvestasi sedangkan pengelolaan gerainya dilaksanakan oleh manajemen Coffee Toffee dengan sistem profit sharing. Artinya, bila menguntungkan hasilnya dibagi dua dan sebaliknya, apabila rugi maka ditanggung bersama. Disamping dua sistem di atas, ada beberapa gerai yang merupakan own store kepemilikan  Coffee Toffee.

Semua kopi yang ada di gerai Coffee Toffee adalah produk Indonesia yang memiliki kualitas premium. Dengan konsep Go Local, Our Way, Coffee Toffee berupaya memaksimalkan penggunaan sumber daya Indonesia terbaik. “Semua kopi yang disajikan merupakan kopi lokal asal Indonesia, misalnya Java Mocca, Toraja Kalosi, Bali Batukaru, Sumatra Gayo dan Sumatra Linthong. Biji-biji kopi tersebut adalah biji kopi yang sangat dikenal di dunia,” jelas Odi. Untuk merasakan kenikmatannya di gerai Coffee Toffee, pe¬ngunjung tidak perlu membayar mahal. Selain itu, di gerai Coffee Toffee juga di sediakan biji kopi yang  tidak digiling untuk menjaga rasa, dan ketika ada yang berminat, biji kopi dapat digiling untuk kemudian dibawa pulang.

Penghargaan Bank Mandiri
Bisnis yang didukung dengan konsep matang tersebut telah membuat Odi Anindito akhirnya terpilih menjadi pemenang  pertama pada ajang Wirausaha Muda Mandiri 2011 kategori mahasiswa program pascasarjana dan alumni di bidang usaha boga.  

Berkat penghargaan ter¬sebut, Coffee Toffee berkesempatan untuk mendapatkan berbagai bentuk dukungan dari Bank Mandiri, diantaranya dalam bentuk keikutsertaan dalam ber¬bagai ajang pameran tingkat nasional maupun bantuan publikasi di media cetak maupun elektronik. Hal inilah yang menjadi kekuatan dalam mengampanyekan Coffee Toffee kepada masyarakat penikmat kopi di Indonesia. Apalagi masih banyak orang Indonesia yang rela membayar mahal untuk menikmati secangkir kopi terbaik yang dijual di gerai kopi terkenal, padahal sebenarnya kopi tersebut berasal dari negeri kita sendiri. 

Bentuk lain dari dukungan yang diberikan Bank Mandiri kepada Coffee Toffee adalah kesempatan untuk mendapatkan pelatihan serta bimbingan dari para motivator terkenal, tak terkecuali pertemuan dengan beberapa CEO perusahaan ternama. Kesempatan ini yang menurut Odi sangat berharga, karena ia bisa  belajar dari banyak orang besar. 

Cita-cita merentangkan sayap bisnis ke luar negeri memang ada. Namun demikian, saat ini Odi masih memprioritaskan pengembangan bisnis Coffee Toffee di dalam negeri terlebih dulu.  “Ceruk pasar dalam negeri yang saat ini ada masih sangat besar dan belum tergarap secara maksimal,”tuturnya.  

Kiat Sukses
  • Keunggulan dari kedai kopi ini adalah pada harga dan pelayanan. Odi mengklaim  harga produknya 50% lebih murah dari harga yang ditawarkan gerai kopi lain.
  • Menawarkan biji kopi yang merupakan campuran antara biji kopi Java – Mocha dan Toraja Kalosi yang sudah terkenal akan kekuatan rasa dan aromanya.
  • Dalam menjalankan usahanya dilandasi oleh  love, passion, enthusiasm.

Jejak Usaha
  • Awal mula tercetusnya ide bisnis Coffee Toffee adalah ketika Odi pulang dari Melbourne, Australia, negara tempat ia bersekolah pada tahun 2005 lalu. Di negeri Kanguru tersebut Odi bekerja paruh waktu sebagai barista (ahli meramu minuman di bar atau kafe)  di kedai kopi. Saat itulah ia sadar  bahwa 12 dari 31 kopi yang disajikannya ternyata berasal dari Indonesia.   
  • Tahun 2006 Odi bersama istri pun sepakat untuk membuka sebuah gerai kopi di beberapa lokasi di depan minimarket. Ketika itu modal awal mereka hanya Rp 5 juta.
  • Dalam kurun waktu 2 tahun, Coffee Toffee justru mengalami kebangkrutan pada tahun 2008. Penipuan yang dilakukan oleh mitra bisnisnya membuat seluruh modal usahanya habis. Bahkan mobil serta rumah yang mereka miliki pun digunakan untuk melunasi hutang. 
  • Evaluasi tentang kesalahan sistem dan usahanya serta perbaikan manajerial dijalnkan mereka. Tak ingin gagal lagi, pasangan ini sepakat untuk membentuk Coffee Toffee sebagai badan hukum. Konsep kerjasama kemitraan dipilih sebagai bangkitnya Coffee Toffee.
  • Memilih memulai langkah barunya di Jakarta, pasangan suami istri ini sepakat untuk fokus dan membagi tugas. Sang istri (Rakhma) bertanggungjawab mencari informasi tentang sistem kemitraan dan menajemen, bahkan ia pun rajin mengikuti pelatihan usaha kecil menengah yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga pemerintahan.
  • Merasa telah mampu menaklukan Jakarta, Odi dan Rakhma mencoba peruntungannya kembali di kota asal mereka, Surabaya, sekaligus melakukan ekspansi ke daerah-daerah lainnya. Terbukti kini 120  gerai Coffee Toffee telah tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, dengan omzet miliaran rupiah setiap bulannya. 

0 komentar:

Andi Arham Bunyamin, CEO Kretakupa Printing : Bermula dari Puluhan Ribu, Kini Beromzet Ratusan Juta

Tak pernah terbayangkan di benak Andi Arham Bunyamin bisa menjalankan usaha Kretakupa Printing seperti sekarang ini. Berawal dari ketidaksengajaan, usaha percetakan itu terus berkembang hingga beromzet ratusan juta rupiah.

 Ulet, optimistis, dan semangat pantang menyerah menjadi kunci kesuksesan Arham. Dari bisnis yang semula kecil dan hanya untuk melayani pesanan teman, pria 22 tahun ini telah berhasil menuai keuntungan berlipat. Dia juga berkesempatan mengikuti program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tahun 2010 silam yang digelar Bank Mandiri dan menjadi Pemenang II Katagori Mahasiswa Program Diploma dan Sarjana Bidang Industri & Jasa.

Cikal bakal Kretakupa Printing bermula dari ketidaksengajaan. Empat tahun silam, Arham yang saat itu duduk di bangku SMA kelas III menawarkan jasa membuat suvenir untuk temannya yang akan mengadakan kegiatan. Untuk lebih meyakinkan, dia mengaku memiliki usaha pembuatan suvenir. Tawaran itu ternyata mendapat sambutan. Arham dipercaya membuat suvenir dan diberikan dana Rp50 ribu  sebagai uang muka.

Bermodal uang itulah,  pria kelahiran 30 Oktober 1989 ini berupaya membuat pin untuk memenuhi pesanan temannya. Namun kebingungan justru melanda. Sebab, faktanya dia tidak memiliki peralatan untuk memproduksi pin. Apalagi ketika itu jasa pembuatan pin sangat jarang di kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Seminggu berselang, Arham belum juga menemukan tempat untuk memproduksi pesanan tersebut. Karena tak kunjung menemukan solusi, dia sempat berpikir untuk mengembalikan uang muka. Di tengah keputusasaan, dia tanpa sengaja menemukan  tempat pembuatan pin. Tanpa pikir panjang Arham memesan pembuatan pin di tempat itu.

Belajar dari pengalaman tersebut, mahasiswa semester V jurusan Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, Makassar, tersebut memutuskan untuk memiliki usaha percetakan. “Saya berpikir betapa sulitnya mendapatkan percetakan yang bisa membuat pin pada waktu itu, makanya terpikir untuk membuat usaha sendiri,  sehingga keuntungan yang didapat bisa lebih maksimal. Berbekal modal yang diperoleh dari keuntungan pada waktu itu, saya menekuni usaha ini sampai sekarang,” terang Arham saat ditemui di tempat usahanya di Jalan Abd Dg Sirua No 238 C Makassar.

Arham mengungkapkan, keuntungan dari usaha pertama itu digunakan  membeli alat cetak untuk memproduksi pin.  Awalnya, pelanggan yang memesan produknya  hanya teman-teman sekolah. Lambat laun, pesanan semakin luas, tidak saja dari Sulawesi Selatan, namun merambah kawasan lain, semisal Mataram dan Bali. Pesanan juga datang dari Surabaya.

Menurut alumnus SMA Negeri V Makassar ini, banyaknya pesanan tidak lepas dari kemampuannya membaca keinginan pasar yang membutuhkan pin berkualitas dengan desain berbeda.

Kretakupa Printing yang mempekerjakan lima anak muda bervisi dan misi sama dengannya mampu memproduksi 3.000-4.000 pin  berbagai ukuran, mulai diameter 2,5 cm, 3,2 cm, hingga 4,4 cm, setiap hari. Arham mengakui, mengikuti program Wirausaha Mandiri memberikan manfaat besar pada usaha yang digelutinya. Bisnis percetakannya terus berkembang.

 “Sebelum mengikuti program Wirausaha Mandiri omzet saya per tahun Rp40 juta sampai Rp50 juta. Namun, setelah mengikuti pelatihan, omzet  mencapai lebih dari Rp120 juta per tahun,” tutur Arham.

Menurut dia, banyak ilmu yang diperoleh selama mengikuti program WMM, seperti bagaimana mengembangkan usaha dengan baik dan etika dalam bisnis. Tidak hanya itu, program WMM juga selalu memberikan kesempatan pada peserta untuk memamerkan produknya dalam event yang diselenggarakan Bank Mandiri. Hal ini membuka peluang pasar lebih besar.

Seiring perkembangan teknologi dan semakin banyaknya usaha percetakan, Arham tetap percaya diri bisa meraih pelanggan dan meraup keuntungan. Arham tidak merasa takut bersaing lantaran di pelatihan WMM mengajarkan, kehadiran usaha sejenis bukanlah saingan, melainkan bisa dijadikan mitra. Berbagai ilmu itulah yang menjadikan Kretakupa Printing tidak hanya eksis, namun semakin besar.

“Usaha saya sekarang tidak sekadar membuat pin, tapi ada beberapa usaha lainnya seperti membuat plakat, gantungan kunci karet, mug, kipas, dan masih banyak lagi. Selain itu, saya juga menyediakan bahan baku untuk keperluan pembuatan produk percetakan khususnya pin,” ungkap pria yang mengaku mempelajari seni desain grafis secara otodidak. Ke depan, Arham menargetkan usahanya bisa semakin dikembangkan dengan memiliki kantor yang lebih representatif sehingga semakin mendukung usahanya. 

0 komentar:

SEDEKAH YANG LEBIH BAIK DARI SEDEKAH TERBAIK


Bukan sekedar memberikan yang lebih, terbaik malah memberikan yang ia sendiri dibutuhkan (sumber gambar: flickr.com)
Bukan sekedar memberikan yang lebih, terbaik malah memberikan yang ia sendiri membutuhkan (sumber gambar: flickr.com)
Sahabatku, kau mungkin sudah pernah mendengar bahwa sebuah kebaikan itu ialah memberikan apa yang terbaik dan yang dicintai. Namun ternyata ada lagi kebaikan yang melebihi itu. Tahukah kau apa itu?
Ini adalah sebuah karakter yang melekat pada diri para sahabat Anshar. “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9)
Rasulullah sendiri mengatakan bahwa sedekah yang terbaik adalah ketika seseorang itu dalam keadaan membutuhkan, ia sendiri berusaha dengan keras untuk mendapatkannya, namun saat mendapatkannya ia malah mensedekahkannya.
Kisah sedekah terbaik ini telah dicontohkan oleh Abu Bakar ketika ia mensedekahkan seluruh hartanya. Lalu Rasulullah bertanya, “Apa yang kau sediakan untuk keluargamu?”Abu Bakar menjawab, “Cukup Allah dan RasulNya. ”
Kisah serupa juga terjadi ketika ada tiga orang yang terluka dalam perang dan sama-sama membutuhkan air. Namun ketika pertolongan dan air datang setiap orang malah menyarankan agar air itu diberikan kepada saudaranya yang lain yang membutuhkan. Dan akhirnya ketiganya kemudian syahid.
Dan ketiga adalah kisah sepasang suami istri yang menjamu tamu Rasulullah saw. Padahal keluarga mereka sendiri sedang membutuhkan makanan itu. Bagaimana dengan dirimu sahabatku, tidakkah kau ingin dikagumi oleh Allah karena kau mensedekahkan yang sebenarnya kau butuhkan.
Wallahu a’lam

1 komentar:

SENDING UNESA

Thanks



KEPUASAN ANDA UTAMA BAGI KAMI,.

0 komentar:

SENDING

Thanks 4 Vida with OPSET SNI :)




0 komentar:

Kisah Sukses Raih Omzet Rp4,3 Milyar dari Berjualan Telur Ayam

"Saya melihat peluang bagus, tetapi belum terkelola dengan baik,"
Telur ayam.
VIVAnews - Keuletan, pantang menyerah, dan ketekunan. Tiga kekuatan itulah yang diramu Melati Fajarwati, pengusaha Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Wanita berusia 20 tahun itu sukses menjadi jutawan dengan berjualan telur. Melati mengaku bahwa omzet per tahun sudah mencapai Rp4,3 miliar. Usaha telur ayam ini menurutnya telah dipasarkan hingga ke pulau Jawa.

Melati menilai bahwa peluang bisnis telur ayam organik di pasar masih terbuka lebar, terutama telur dari jenis ayam Arab atau ayam Balqis. Maka dia pun mencoba peluang bisnis gemilang itu.

"Kalimantan Barat masih mempunyai lahan yang luas untuk membangun usaha peternakan. Lagi pula tidak terlalu sulit pengembangannya," ujar Melati dalam seminar bertajuk 'Inovasi Tanpa Batas'  di hotel Aston Pontianak, Sabtu 23 Maret 2013.

Melati, mengawali bisnisnya dengan mengikuti lomba kewirausahaan yang diadakan oleh Direktorat Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan. Dia terinspirasi dari peternakan ayam balqis milik tetangganya.  "Saya melihat peluangnya cukup bagus, tetapi belum terkelola dengan baik," kata Melati.

Melati lantas membuat perencanaan bisnis dan memproyeksikan peluang usaha ini. Tak disangka, business plan yang diajukannya ternyata disetujui dan dibantu untuk mewujudkannya. 

Beranjak dari usahanya ini, Melati kemudian mengikuti lomba kewirausahaan yang diadakan Bank Mandiri. Hasilnya, ia tampil sebagai pemenangnya. Uang hadiah lomba ini lalu digunakan kembali sebagai tambahan modal pengembangan dan penguatan usahanya.

"Kini saya bisa menghasilkan lebih dari 4 ribu  butir telur per hari dengan harga Rp2.500 per butirnya," ujar wanita berkerudung ini.  

Dalam sehari, lanjut Melati, tak kurang dari Rp10 juta keuntungan bersih diraihnya.  Setahun, omzet Melati bisa mencapai Rp4,3 miliar. Peternakan Melati, di kawasan Parit Wak Liji, Kabupaten Kubu Raya, telah membawanya menjadi jutawan dalam usia muda.

0 komentar:

SUKSES & AROGANSI

Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.” (Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal).
Itulah sisi negatif dari kesuksesan, yakni arogansi. Arogansi muncul saat seseorang merasa diri paling hebat, paling luar biasa, dan paling baik dibandingkan dengan yang lainnya. Penyakit mental ini bisa menjangkiti apa dan siapa saja, mulai dari organisasi, produk, pemimpin, sampai orang biasa. Khusus pada tulisan ini, kita akan membicarakan soal manusianya.
Orang sukses lalu bersombong ria sebenarnya patut disayangkan. Bayangkan saja, saat berjuang keras menggapai kesuksesan, mereka begitu terbuka untuk belajar. Mereka mau mendengarkan. Mereka mau berjerih payah, berani hidup susah, dan mengorbankan diri. Bahkan, mereka tampak sangat ‘merakyat’ hidupnya. Akan tetapi, itu dulu. Sayang sekali, saat kesuksesan datang, mereka lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya. Saya tidak perlu lagi mendengarkan Anda.” Hal itu diperparah lagi ketika mereka dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara soal kekurangan orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin ‘megalomania’ , pongah, angkuh, dan egois. Ia terbelenggu oleh kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar lagi.
Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan sekaligus heroik ketika dia harus tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya.
Namun, sayang sekali. Perusahan itu sedang diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan. Dia otoriter dan antikritik. “Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa,” katanya pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan dengan serampangan. Turn over karyawan pun tinggi. Sisanya hanya kelompok para ‘penjilat’ yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya di-training. Padahal, dia sendiri yang perlu up date diri dengan training.
Arogansi bisa menghampiri siapa saja. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, yang tiap hari memberi suatu bagi orang lain.
Dari situ, kita belajar banyak untuk hati-hati. Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self centered serta tidak mau mendengarkan orang lain. Dunia begitu mengenal sosok Mao, Hitler, ataupun Stalin. Mereka berjuang dari basis bawah menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun berjuang untuk perubahan di masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luar biasa. Orang pun dibuatnya kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka memonopoli kebenaran tunggal alias antikritik dan antipembaruan. Mereka memimpin dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya. Begitu juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan terkenal pernah mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para pemimpin mereka.
Terjebak retorika
Namun, itulah yang terjadi apabila orang berhenti belajar dan merasa diri sudah selesai. Tanpa dia sadari, lingkungannya terus belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara, dia mandek di posisinya. Akibatnya, kue kesuksesan yang dia peroleh lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa sadar, kompetitor mereka bergerak jauh meninggalkan dirinya di belakang. Mereka terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.
Jadi, bagaimanakah tipnya agar kesuksesan kita tidak berubah menjadi arogansi?
Pertama- Aware (sadar) dengan sikap dan tingkah laku kita selalu. Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka? Apakah kita masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang yang telah turut membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai? Jangan sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.
Kedua- Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Kadang, masukan negatif juga kita perlukan demi perkembangan, sesukses apa pun kita.
Ketiga- Awasi dan peka dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku Who Moved My Cheese disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi ancaman bagi kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar.
Keempat- Sopan dan rendah hati untuk belajar dari orang lain.
Semoga tulisan ini menginspirasi Anda untuk meraih sukses sejati. Kesuksesan yang membuat Anda tidak arogan. Baiknya kita tutup tulisan ini dengan kalimat kuno yang seringkali sudah kita dengar. “Di atas langit masih ada langit yang lain”.

0 komentar:

Maratika Putri Sukses Usaha PeTuLu

  Maratika Putri Sukses Usaha PeTuLu
GKN-PROFIL.Pada usia tergolong sangat muda, kelahiran 1991, gadis ini tidak canggung malayani konsumennya. Dengan ketrampilan yang diraihnya dari Universitas Indonesia untuk program D3 Pariwisata Perhotelan, dia memang sangat cekatan bekerja.

Itulah sekilas penampilan yang terekam dari Maartika Putri Ramadina, gadis kelahiran Jakarta keturunan Sunda dan Palembang, saat melayani konsumen pada salah satu pameran di Gedung SME Tower, Jakarta Selatan, pekan lalu.

Adapun usaha yang ditekuninya sangat jarang dilakukan seorang wanita seusianya, karena harus berurusan dengan bumbu dan panasnya tungku perapian. Tepatnya adalah pepes tulang lunak atau disingkat PeTuLu.

”Saya sebenarnya baru lulus beberapa bulan lalu. Meski sejak awal berkeinginan menjadi chef di restoran, namun saya harus membatalkan keinginan itu. Saya lebih cenderung ke usaha yang masih terkait demean pariwisata dan perhotelan, meski di bidang kuliner,” kata Maartika Putri Ramadina.

Uti, panggilannya, memilih terjun ke kuliner, karena dewasa ini tengah tren. Namun sajian yang ditawarkannya menjauhi kesan makanan asing, dan menawarkan ikan pepes tulang lunak. Tepatnya masakan pepes tradisional Jawa Barat sebagai warisan budaya Indonesia.

Sajian yang ditawarkan menyasar anak-anak muda seusianya. Apalagi ikan pepes menurut penilaian masyarakat luas identik dengan konsumsi orang tua. Karena itu sajiannya lebih mengarah pada generasi muda. 

”Kami menerapkan prinsip ramah lingkungan atau eco green saat memproses ikan dari awal sampai pada kemasannya. Jika penasaran, siapa saja bisa melakukan order untuk membedakannya dengan ikan pepes tradisional, dan rasanya bahkan lebih nikmat dengan kuliner sejenis,” tutur Uti.

Untuk servis kepada kosumen, Uti mengadopsi dasar-dasar marketing modern, yakni bisa dibawa pulang atau take away maupun dengan layanan delivery. Dan yang mengejutkan dari pola marketing wirausahan muda ini, dia hanya mengandalkan kios di beberapa lokasi Jakarta.

Dua kios pendukung pemasaran PeTuLu , masing-masing di kawasan Bintaro Jaya, Tangerang Selatan dan di Mayestik, Jakarta Selatan. Sedangkan dapur dan Delivery Center terletak Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

“Ikan pepes PeTeLu tetap menggunakan ikan emas sebagai bahan dasarnya, dan mudah dikonsumsi jika konsumen ingin memakannya. Poduknya berbentuk makanan beku (frozen product), namun PeTuLu mudah disajikan setelah dikukus atau dihangatkan kembali.”
Jika Anda ingin mencicipi ikan pepes tulang lunak, Uti menjual dengan harga Rp40.000 untuk kapasitas 300 gram serta sebesar Rp60.000 untuk seberat 500 gram. Yang pasti, katanya, ikan pepes produk PeTeLu bukan presto.

PeTuLu memang diolah berbeda dengan ikan pepes lainnya. Ada teknis khusus yang dipakai sejak awal proses. Ikan yang dijadikan benar-benar masih hidup atau segar. Setelah itu dilengkapi bumbu dan dimasak. 

Proses pematangan menghabiskan waktu sekitar 8 jam, serta menghasilkan cita rasa berbeda karena kelembutan akan merata ketika mengkonsumsi tulang maupun dagingnya. Diakui, harga pemasaran memangkerap disebut terlalu mahal.

Akan tetapi, kata Uti yang juga aktif di bidang pembuatan film layar lebar, konsumen bisa memahami, karena prosesnya benara-benar dilakukan secara higienis. “Saya kita harganya cukup murah apabila prosesnya diungkapkan kepada konsumen.”
Pemilihan ikan juga menjadi faktor penunjang kenikmatan pepes Uti yang merupakan keahlian keluarganya secara turun temurun. Bagi ahli kuliner, bisa membedakan hasil produk PeTeLu dengan produk ikan sejenis.

Sebab, ikan pepes yang ditawarkan pada rumah makan tertentu dikategorikan sebagai ikan pepes kering. Sebaliknya ikan pepes olahan Uti digolongkan pepes basah disebabkan menggunakan rempah lebih banyak serta dedaunan. 

Bagi konsumen yang membeli dengan pola delivery, dikenakan biaya tambahan sesuai jarak jauh dan dekat dari wilayah atau kios PeTuLu beroperasi. Minimal charge adalah Rp5.000 dan maksimalnya mencapai Rp20.000. Meski demikian, wilayah yang bisa dilayani delivery masih terbatas.

Meski demikian, pada momen tertentu PeTuLu akan panen pendapatan, karena kerap mendapat order mencapai ratusan ekor ikan pepes. “Namun, andalan kami saat ini masih pada kios dan delivery untuk Jakarta Selatan, Depok, dan Tangerang.”

Menurut gadis kreatif dan inovatif ini, servis pemasaran yang dilakukannya di bawah bendera PeTuLu, skala usaha kecil menengah (UKM), sebenarnya tidak berbeda dengan pola pemasaran lainnya pada jenis usaha yang sama, ikan pepes.

”Perbedaan yang paling menonjol, karena penjualan dengan memanfaatkan kios sederhana, namun bisa melayani delivery, yang merupakan pola baru sehingga memberi kesan lain daripada yang lain,” ujar Maartika Putri. 

Apakah Uti akan tetap eksis pada jalur usaha kulinernya, karena mempunyai pasar potensial untuk dikembangkan? “Sementara ini saya akan bertahan. Sebenarnya ingin mengembangkan usaha ini dengan membuka reseller di beberapa kota.”

Dia optimistis bisa berhasil, karena bumbu atau resep yang digunakan masih asli resep keturunan keluarga, sehingga tidak bisa disamai kompetitor. Sembari mempertahankan resep tersebut, Uti menjalankan usaha yang sangat produktif menghasilkan pendapatan.

walau kesibukannya cukup tinggi, namun Uti masih meneruskan aktivitas lainnya sebagai asisten produksi pada satu perusahaan film fiksi, aksi, dan drama. Sebulan terakhir, katanya, dia bahkan berada di Batam untuk menyelesaikan mini seri Serangon Road.

Mini seri yang mengisahkan drama Singapura tersebut, menggunakan fasilitas studi di Batam yang dilengkapi dengan perangkat terbaik saat ini. Selain menjadi asisten produksi, kerap juga beralih fungsi menjadi sekretaris produksi.

Gadis yang menggandrungi musik dan film ini menuturkan, awal terjun ke industri film hanya dengan kapasitas magang. Karena sudah menyukai dunia film, maka ketika tidak mendapat bayaran dari tugas-tugasnya, dia pun tetap enjoy. [BISINIS INDONESIA]

0 komentar:

Jadilah Pengusaha, Jangan Mau Jadi Pegawai Negeri




*PURBALINGGA, HUMAS* – Wakil Bupati Purbalingga Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto MM menyerahkan sebanyak 270 mahasiswa KKN Posdaya kepada pihak UNSOED yang diwakili Dekan Fakultas Hukum Unsoed, DR Angkasa SH MHum, Kamis (21/2) di Graha Sarwa Guna. Para mahasiswa Unsoed ini sebelumnya telah mengikuti KKN selama 34 hari di Kecamatan Rembang dan Karangmoncol.


Wabup Sukento berterima kasih kepada para mahasiswa yang telah berinovasi dan memberikan inspirasi kepada masyarakat perdesaan, khususnya dalam upaya peningkatan ekonomi kerakyatan. Menurut Wabup, di Purbalingga banyak lahir pengusaha sukses yang mampu menciptakan lapangan kerja. Wabup berharap para mahasiswa mengikuti jejak mereka menjadi pengusaha.



“Nanti kalau lulus, jadilah pengusaha. Buka lapangan pekerjaan. Jangan mau jadi pegawai negeri. Sanggup??” Sontak para mahasiswa menjawab,“Sangguuupp!!”



Menurut Wabup Sukento, dengan menjadi pengusaha, para sarjana akan menjadi solusi dari kemiskinan yang masih menjadi momok di negeri ini, termasuk di Indonesia. Purbalingga yang angka kemiskinannya masih 24,5%, menjadi
tantangan yang harus dijawab generasi mendatang.

Sebelum mengikuti rangkaian seremonial penutupan, Wabup Sukento beserta rombongan diajak mengunjungi stan-stan pameran hasil karya dan potensi masing-masing desa yang menjadi lokasi KKN para mahasiswa ini. Sukento
sempat mencicipi olahan makanan kering khas perdesaan, maupun inovasi pangan dari para mahasiswa. Kadangkala wakil bupati asal Sinduraja ini menyempatkan bertanya tentang produk – produk yang dipamerkan.

0 komentar:

Allah, Penjamin Rezeki kita

Ketika anak saya lahir, hampir semua tetangga, saudara, teman dan juga kenalan-kenalan dekat saya, menjenguk mengucapkan selamat. Saya cukup bergembira dengan antusiasme mereka. Begitulah suasana di kampung. Kegotong royongan, silaturrahmi antar tetangga, alhamdulillah masih tumbuh subur tak lapuk ditelan zaman


Mereka datang mendoakan kami sekeluarga. Memberikan untaian doa kepada buah hati saya. Dan tak jarang juga yang memberikan tips-tips kepada isteri saya agar cepat sehat setelah melahirkan dengan resep-resep tradisional. Ada juga beberapa tetangga yang datang membawa buah tangan. Bentuknya macam-macam. Ada yang berupa barang-barang jenis keperluan bayi, seperti popok, bedak, sabun dan baju-baju kecil yang lucu-lucu. Dan ada juga jenis-jenis makanan, dari jajan pasar, sayur mayur, minyak goreng sampai daging ayam. Saya berterima kasih sekali dengan mereka.


Namun ada seorang tetangga yang begitu datang dan melihat buah hati saya lahir, langsung berkata. ”Jabang bayi, kenapa kau lahir di zaman susah begini? Di saat barang-barang serba mahal? Kenapa kau lahir tidak pada waktu bahan makanan sedang murah?”


Ada rasa geli, lucu, tapi juga menguras sedikit otak saya, ketika mendengar ucapan perempuan itu. Paling tidak saya jadi bertanya dengan diri sendiri, kenapa ia mengucapkan hal seperti itu? Tidak ada kata lainkah yang lebih enak didengar selain kalimat itu?


Saya tidak tahu alasannya, mengapa tetangga saya mengatakan hal seperti itu, tapi yang jelas, orang yang baru melahirkan itu banyak membutuhkan makanan bergizi, supaya bayi dan ibunya sehat. Sedangkan barang-barang jenis makanan yang bergizi nyaris semua mahal.


Akhirnya saya sedikit paham dengan kalimat dia. Dia tentu memandang latar belakang saya, yang usahanya sedang hancur terpengaruh gelombang reformasi. Perempuan itu tentu bukannya asal ngomong mengatakan hal seperti itu, karena ia melihat sehari-hari keadaan ekonomi saya. Usaha kecil-kecilan yang sudah saya rintis cukup lama nyaris tak bisa bangkit lagi. Sedang harga bahan-bahan makanan yang bergizi sudah melambung. Mungkin saja begitu. Sebab waktu itu harga beras yang masuk dalam daftar beras ‘enak’ terlalu mahal untuk ukuran saya.
Saya memang susah. Saya tak mengelak keadaan seperti itu. Seiring dengan lahirnya si buah hati, usaha saya makin sulit. Ini saya akui. Banyak rizki yang datang kepada saya, tapi bukan lewat keringat saya. Banyak teman-teman yang datang di hari-hari berikutnya membawa sesuatu yang sangat menolong keberadaan ekonomi saya.


Apapun bentuknya, dari siapapun datangnya, yang jelas itu rizki dari Allah untuk kami, terutama si buah hati yang baru lahir. Karena kata Allah, tak ada satupun mahluk yang dilahirkan ke dunia ini tanpa membawa rizki. Tentunya ini adalah keyakinan yang harus saya pegang sampai kapanpun, dalam kedaan ekonomi seperti apapun.


Dan tidak ada suatu binatang melatapun dimuka bumi, melainkan Allah lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu, dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam kitab yang nyata. (QS Huud: 6)


Biar si perempuan tetangga saya sangat menghawatirkan rizki anak saya, tapi saya tidak. Biar reformasi tak kan kunjung ada hasilnya, saya yakin Allah tak kan berhenti memberikan rizki kepada makhlukNya.

sumber : http://untuk-islam.blogspot.com/2010/06/allah-penjamin-rezeki-kita.html

0 komentar:

Sending

Sending order


KEPUASAN ANDA UTAMA BAGI KAMI

0 komentar:

Saudaraku, sadarkah kita semua?


Pertanyaan terbesar jaman ini adalah " Apakah Tuhan kita Allah SWT?" sedangkan keseharian kita melakukan sesuatu jauh dari itu.

Kita bekerja saja tidak "Dengan nama Allah" tapi " Dengan nama Gaji".

Sekolah mencari ilmu tidak " Dengan Nama Allah", melainkan "Dengan Nama Gelar".

Mendidik anak tidak "Dengan nama Allah" melaikan "Dengan nama Kebangaan"

Omongan, acuan dan pembicaraan yang menjadi patokan hidup menjadi "Apa kata Dunia" sudah jauh di fikiran dan hati " Apa kata Allah SWT"

Ini menjadi "Yang Maha Kuasa" dikesampingkan sangat jauh dalam kehidupan kita .... semoga kita semua di jauhkan dengan sifat-sifat demikian .... Amin

sumber : http://www.untuk-islam.blogspot.com/2012/12/saudaraku-sadarkah-kita-semua.html

0 komentar:

Pengiriman

Paket Kiriman 100pcs SNI

 Gambar 1 : Tampak Dalam

 Gambar 2 : Tampak Luar

KEPUASAN ANDA UTAMA BUAT KAMI

0 komentar:

Wiraswasta adalah pekerja yang paling bahagia


Apakah menjadi bos adalah kunci dari kebahagiaan di dunia kerja? Sebuah survei dari Inggris pun menjawab pertanyaan itu. Ternyata, wiraswasta adalah pekerja yang paling bahagia meskipun menghabiskan waktu lama untuk bekerja keras.
Survei tersebut tepatnya dilakukan oleh firma bisnis AXA Business Insurance. Menurut para ahli di sana, meskipun wiraswasta bekerja dua kali lebih keras dari pegawai biasa, mereka justru tiga kali lebih puas dengan pencapaiannya.
Wiraswasta juga dilaporkan kalau motivasi terbesar untuk mencoba hal baru dan menantang diri sendiri tidak lain adalah uang.
Sebagaimana dilansir dari Live Science, sayangnya menjadi wiraswasta juga rentan dengan kondisi stres. Terutama jika bisnis yang dikelola mengalami kesulitan keuangan.
Jika stres yang diderita pegawai adalah tekanan dari bos, uniknya wiraswasta justru merasa depresi jika berhadapan dengan pelanggan yang menyebalkan.
Selain itu, meskipun wiraswasta bekerja lebih giat, ternyata mereka cenderung suka menghabiskan liburan paling lama. Kepuasan dan masa bersenang-senang itulah yang akhirnya membuat lebih dari 50 persen wiraswasta mengaku bahwa kehidupannya semakin bahagia daripada menjadi pegawai biasa.


sumber : http://m.merdeka.com/gaya/wiraswasta-adalah-pekerja-yang-paling-bahagia.html

0 komentar: